
Sesuatu yang paling mulia pada diri manusia adalah hatinya. Hati inilah yang bisa mengenali Allah, mendorongnya untuk bertindak dan berusaha. Anggota tubuh hanya sekedar pelayan bagi hati.
Siapa yang mengenali hatinya, ia bisa mengenali Tuhannya. Sayangnya, kebanyakan manusia tidak mengenali hati dan jiwanya sendiri. Memahami hati dan sifat-sifatnya merupakan dasar agama dan pijakan orang-orang yang meniti jalan kepada Allah
Pintu-pintu yang Dapat Dilalui Iblis
Hati, siap menerima apa pun yang disodorkan kepadanya. Apakah itu kebaikan petunjuk, atau kecenderungan yang sebaliknya. Hati juga adalah tempat pergumulan antara prajurit malaikat dan prajurit setan yang terus-menerus berlangsung hingga hati membuka diri untuk salah satu dari keduanya untuk bersemayam di dalamnya, sedangkan yang lain harus menyingkir kalah. Hal ini digambarkan dalam firman Allah, “Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi.” (QS. An Nas, 114: 4).
Kita disuruh untuk berlindung kepada Allah dari kejahatan bisikan setan yang biasa bersembunyi. Orang yang dikuasai oleh kejahatan bisikan setan ini, bila diingatkan nama Allah, ia menghindar; namun jika dibiarkan lalai, ia merasa senang. Pasukan setan yang menguasai hatinya senantiasa mengusir ingatannya kepada Allah karena setan tidak mungkin dapat tinggal di dalam hati yang mengingat Allah.
Hati seperti benteng perlindungan yang senantiasa diincar musuh-musuh di luar bernama pasukan setan. Musuh-musuh itu tak henti-hentinya berupaya mencari jalan agar dapat masuk ke dalam benteng tersebut untuk menguasainya dan mengendalikannya. Jika para penjaga benteng tersebut mengenali dan memahami betul seluk-beluk pintu-pintu dan semua celah di dalam benteng tersebut, ia akan senantiasa sigap untuk menjaga pintu-pintu dan semua celah dalam benteng tersebut agar tidak dimasuki musuh. Namun, jika ada pintu atau celah yang luput dari pengetahuannya, lalu ia lalai dari menjaga dan mengunci pintu-pintu dan celah tersebut, maka musuh dapat dengan mudah masuk ketika mereka menemukan pintu tersebut.
Di antara pintu-pintu pada benteng hati yang dapat dimasuki setan apabila tidak dijaga dan dikunci rapat adalah:
1. Dengki/ HasadDengki adalah perasaan tidak senang melihat orang lain yang didengkinya mendapatkan kenikmatan/ kebaikan dunia, dan menginginkan kenikmatan itu lenyap dari orang tersebut. Sebaliknya, merasa senang apabila orang tersebut ditimpa musibah. Pada umumnya, dengki adalah buah dari sikap permusuhan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memperingatkan umatnya terhadap pintu yang satu ini. Diriwayatkan dari seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, Az Zubair bin Al Awwam Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, ‘Kalian akan dijalari suatu penyakit umat-umat sebelum kalian, yaitu dengki dan kebencian,” (Hadits riwayat At Tirmidzi dan Ahmad).
Oleh karenanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menasihati umatnya agar menjauhi sifat ini. “Janganlah kalian saling membenci, saling memutuskan hubungan, saling mendengki, dan saling bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara,” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Dari jalan yang lebar ini, akan muncul di hadapan kalian seorang laki-laki dari penghuni surga. Lalu muncul orang lain yang bertanya kepadanya tentang amalnya. Maka, ia pun menjawab, ‘Sesungguhnya tidak terbersit dalam jiwaku seseorang yang hendak kutipu dan kudengki karena kebaikan yang diberikan Allah kepadanya,’” (Diriwayatkan Ahmad, Al Baghawy dan Al Bazzar).
Bagaimana Mengunci ‘Pintu’ Dengki?Kunci bagi pintu setan yang satu ini adalah dengan menghadirkan perasaan rida terhadap takdir. Menanamkan keyakinan bahwa apa pun yang Allah berikan kepada orang lain, dan diri kita sendiri adalah dalam kerangka sifat-Nya Yang Maha Adil. Ia jauh dari sifat diskriminatif dan salah memberi atau menimpakan cobaan. Allah tidak mungkin salah memberikan suatu karunia di antara para hamba-Nya. Allah pun tak mungkin membiarkan pelaku kezaliman melenggang di atas muka bumi ini tanpa merasakan balasan perbuatan mereka.
Perkataan seorang salih di zaman dahulu, Ibnu Sirin, dapat menjadi renungan dalam hal ini, “Aku tidak mendengki seorang pun karena urusan dunia. Sebab, jika dia termasuk penghuni surga, maka bagaimana mungkin aku mendengkinya karena suatu urusan dunia, karena ia pun akan ke surga? Jika ia termasuk penghuni neraka, maka bagaimana mungkin aku mendengkinya karena suatu urusan dunia, padahal ia akan berjalan ke neraka?”
2. Rakus dan TamakRakus adalah perasaan tidak pernah cukup atas kenikmatan duniawi. Sedang tamak, adalah rakus ditambah keinginan untuk memiliki apa yang dimiliki orang lain dengan mengambilnya dari orang lain tersebut. Pikiran orang rakus dan tamak, selalu bekerja hanya untuk mencari cara bagaimana menambah kekayaan dunia, kalau perlu menyedotnya dari orang-orang lain yang lemah, atau bahkan dengan cara mengkhianati teman atau saudara sekali pun. Orang seperti ini, hidupnya dihantui oleh ketakutan akan kehilangan hartanya.
Seorang salih di zaman dahulu, Yahya bin Mu’adz berkata, “Dirham (uang) itu laksana kalajengking. Jika engkau tidak waspada terhadapnya, maka janganlah mengambilnya. Sebab, jika sampai dia menyengatmu, maka racunnya bisa membunuhmu.” Lalu ada yang bertanya kepadanya, “Bagaimana cara mewaspadainya?” Dia menjawab, “Mengambilnya dengan cara halal dan meletakkannya sesuai dengan haknya.”
Dia juga berkata, “Ada dua musibah yang menimpa hamba karena hartanya saat dia meninggal yang tidak pernah didengar manusia yang seperti itu.” Ada yang bertanya, “Apakah dua musibah itu?” Dia menjawab, “Dia meninggalkan semua hartanya, dan dia akan ditanya tentang harta itu.”
Di sisi lain, harta pun memiliki kebaikan-kebaikan yang sangat diperlukan. Seorang ulama pada masa lalu, Sufyan, berkata, “Harta pada zaman kita sekarang ini merupakan senjata bagi orang-orang mukmin.” Bahkan salah seorang ulama terkenal yang banyak menimba ilmu kepada para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, Sa’id bin Al Musayyab, berkata, “Tidak ada kebaikan pada diri seseorang yang tidak ingin mengumpulkan harta dengan cara yang halal, yang dengan harta itu dia tidak membutuhkannya dari bantuan orang lain, yang dengan harta itu dia bisa menjalin hubungan persaudaraan dan mengeluarkan sesuai dengan haknya.”
Jadi, apabila harta dicari dengan cara halal, dan digunakan untuk berbagai kepentingan yang bermanfaat bagi kehidupan, maka ia membawa kebaikan bagi pemiliknya. Sebaliknya, bila ia membuat pemiliknya rakus dan tamak, apalagi jika harta itu didapat dengan jalan haram, maka kecelakaan di dunia dan akhirat yang menantinya.
Bagaimana Mengunci ‘Pintu’ Ini Rapat-rapat?Pintu setan bernama rakus dan tamak ini dapat dikunci dengan beberapa hal, yaitu:
- Takut kepada Allah, sehingga tidak mencari harta dengan jalan haram dan membelanjakannya untuk hal-hal yang haram.
- Menggunakan harta secara seimbang, tidak kikir, tidak pula boros.
- Menyadari bahwa kemuliaan itu bukan terletak pada banyaknya harta yang dimiliki, namun pada kepribadian pemilik harta tersebut, kesaalihan, keluasan ilmu pengetahuan, dan kearifannya.
- Bersikap menerima dengan lapang, apa pun yang diberikan Allah kepadanya, atau yang sering disebut sebagai qana’ah.
3. BakhilBakhil atau kikir adalah sikap berlebihan dalam mencintai harta, sehingga tak rela apabila orang lain turut menikmati hartanya tersebut meski sangat sedikit sekalipun. Bahkan, ada pula orang yang bakhil tidak saja kepada orang lain, namun juga kepada keluarga dan dirinya sendiri. Harta yang dikumpulkannya tak ingin ia gunakan, karena akan mengurangi jumlah harta tersebut.
Tentang orang seperti ini, Allah berfirman, “Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,” (QS Al Humazah, 104: 2-3).
Bagaimana Mengunci ‘Pintu’ Bakhil Rapat-rapat?Pintu setan yang satu ini dapat ditutup rapat dengan menggunakan ‘kunci’ kesadaran bahwa harta yang kita miliki sesungguhnya hanyalah titipan Allah. Kapan pun Ia dapat mengambilnya dari kita. Jika kita tidak mau menggunakannya di jalan yang diridai-Nya, maka Ia pun akan mengambilnya secara paksa dari kita.
Bila pemilik harta tidak mau menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongannya, bahkan memeras orang-orang lemah, maka Allah mampu untuk membuatnya sakit parah sehingga terpaksa ia harus mengeluarkan harta simpanannya itu sehingga berkurang banyak misalnya.
Atau ia mengalami musibah yang menghanguskan harta bendanya. Kesadaran semacam ini, jika masuk sampai ke relung hati seseorang, maka pintu (potensi) bakhil yang ada dalam dirinya akan terkunci rapat.
4. Riya dan Sum’ahRiya dan sum’ah adalah perasaan senang popularitas, ingin dilihat orang. Baik orang per orang ataupun khalayak ramai, dengan tujuan mendapat pujian dari orang-orang yang melihat atau mendengar tentangnya.
Bagaimana Mengunci ‘Pintu’ Ini Rapat-rapat?Kunci yang akan membuat pintu ini tertutup rapat, sehingga setan tak dapat masuk adalah dengan mengatakan kepada diri sendiri, bahwa pujian dan kekaguman orang, baik dilontarkan ataupun tidak, sama sekali tidak membuat diri kita bertambah kaya, bertambah pintar, atau bertambah hal-hal yang bermanfaat lainnya.
Sebaliknya, jika ada yang mencelanya, maka celaan itu pun sama sekali tidak akan mengurangi harta, atau membuat kita bertambah bodoh, atau mengurangi hal-hal baik lainnya dari diri kita. Jadi, apa manfaatnya mendapat pujian orang bagi diri kita? Tidak ada.
Kita baru mendapatkan manfaat yang sebenarnya jika mendapat pujian Allah. Sedangkan Allah tidak akan memuji orang yang mengharapkan pujian dan kekaguman orang lain.
5. Takabur Takabur adalah merasa besar diri, lebih dari orang-orang lain atau menyombongkan diri. Takabur adalah hasrat untuk menanpakkan diri di hadapan orang yang dipandang lebih rendah, agar ia terlihat lebih hebat dari yang lain, dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan.
Allah berfirman, “…Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong,” (QS. An Nahl, 16: 23).
Takabur, akan menjadi penghalang jalan ke surga, karena takabur akan menghalangi seseorang untuk memiliki sifat-sifat orang beriman. Orang yang takabur tidak mampu mencintai hal-hal yang ia cintai untuk dimiliki pula oleh orang-orang lain yang beriman.
Dalam sebuah hadits sahih disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sifat takabur sekalipun seberat dzarrah/ biji atom,” (Hadits riwayat Muslim). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Neraka berkata, ‘Aku diistimewakan karena berpenghuni orang-orang yang sombong,” (Hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim).
Diceritakan pula bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang-orang yang zalim dan sombong akan dihimpun pada hari kiamat dalam rupa semut. Orang-orang menginjak-injak mereka karena kehinaan diri mereka di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla (Yang Maha Perkasa dan Mulia),” (Diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Ahmad, Al Baghawi, dan Ibnul Mubarak).
Karakter takaburlah yang membuat Iblis terperosok ke jurang yang jauh dari rahmat Allah selamanya. Karena merasa lebih hebat dari Adam, Iblis bahkan berani menentang perintah Allah untuk bersujud pada Adam. Menurutnya, karena ia dibuat dari api, maka ia lebih hebat dari Adam yang dibuat dari tanah. Padahal keduanya diciptakan oleh Allah, tak ada prestasi Iblis sama sekali dalam penciptaan dirinya. Namun begitulah takabur bila telah menguasai jiwa.
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Takabur itu adalah meremehkan kebenaran dan melecehkan manusia.”
Bagaimana Mengunci ‘Pintu’ Takabur Rapat-rapat?Menutup pintu ini adalah dengan ‘kunci’ kesadaran penuh dari mana manusia itu berasal. Dari air yang hina, dari unsur tanah, sebuah unsur yang sehari-hari diinjak-injak makhluk-makhluk Allah di muka bumi ini, yang kemudian ditiupkan ke dalamnya ruh yang berasal dari sisi Allah.
Unsur ruh yang membuatnya jadi manusia dengan kehendak-Nya pun adalah pemberian Allah. Kemudian manusia itu pun kembali ke tanah, dimakan ulat, berbau busuk, dan akan menyatu dengan tanah. Sedang ruhnya kembali kepada Allah, menanti hari kebangkitan untuk kemudian mempertanggung jawabkan seluruh perilakunya selama hidup di dunia.
Lalu apa hebatnya diri? Orang-orang yang dalam jiwanya menggunakan kunci ini sebaik-baiknyalah yang akan tampil dengan penuh rendah hati meskipun ia dikaruniai paras yang baik, harta melimpah, dan keluasan ilmu pengetahuan.
6. UjubBerbeda dengan takabur, ujub tidak melibatkan unsur orang lain dalam sifat ujubnya ini. Ia adalah perasaan bahwa dirinya hebat. Jika ia memperoleh sesuatu, ia merasa yakin bahwa sesuatu itu ia dapat semata-mata karena kehebatan dirinya. Dapat disimpulkan bahwa ujub adalah keta’ajuban/ kekaguman berlebihan terhadap diri sendiri.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengingatkan umatnya akan bahaya sifat ini, “Tiga perkara yang merusak, yaitu: kikir yang dituruti, nafsu yang diikuti, dan keta’ajuban seseorang terhadap dirinya sendiri,” (Diriwayatkan oleh Al Bazzar dan Abu Nu’aim).
Diriwayatkan dari seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Kebinasaan itu terletak pada dua perkara, yaitu: ujub dan putus asa. Dua hal ini dipertemukan karena kebahagiaan tidak akan bisa diraih kecuali dengan mencari dan tekun. Orang yang putus asa tidak mau mencari, sedangkan orang yang ujub mengira bahwa dia telah mendapatkan apa yang dikehendakinya, sehingga dia tidak mau berusaha lagi.” Ujub, dapat berubah menjadi takabur, karena ujub merupakan salah satu penyebab munculnya sifat takabur.
Bagaimana Mengunci ‘Pintu’ Ujub Rapat-rapat? Kunci pintu ini adalah sebuah kesadaran bahwa yang memberi karunia baik berupa pemenuhan kebutuhan duniawi, ataupun kemampuannya melaksanakan ibadah kepada Allah, adalah Allah semata-mata. Seorang yang banyak beribadah pun tidak dapat membanggakan banyaknya ibadahnya, apalagi yang sedikit.
Seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Hurairah Radhiyalllahu ‘anhu menceritakan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekali-kali amal seseorang di antara kalian tidak bisa memasukkannya ke surga." Mereka bertanya, “Tidak pula engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tidak pula aku, kecuali jika Allah melimpahkan kepadaku rahmat dan karunia dari-Nya.” (Hadits shahih riwayat Al Bukhari dan Muslim).
Jika seseorang menyadari bahwa semua karunia itu datang dari Allah, lalu apa lagi yang akan ia bangga-banggakan secara berlebihan? Jika ‘kunci pintu’ ujub ini digunakan sebaik-baiknya, setan pun tak dapat masuk dari pintu ini.
Wallahu a’lam bishshawab.
Sumber : http://muslimah.eramuslim.com/